Mata Anak Anjing

Dulu kamu rusak.
Hancur.
Berkeping-keping.

Dulu pun aku gak peduli.

Kamu gak pernah datang minta pertolongan.
Kamu cuma ngeliatin aku dari jauh.
Dengan mata sayu melas anak anjing.
Emang dasar aku nya aja yang suka anjing.

Aku dekati kamu.
Aku rapihin kamu.
Aku susun apa yang jatuh. Ku rekatkan apa yang lepas. Ku tambal apa yang bolong.

Aku peluk kamu dari belakang. Kenceng.
Saking kencengnya, tulangmu yang berlepasan menyatu kembali.

Tiba-tiba kamu berbalik.

Tiba-tiba aku tersadar.

Kamu masih memegang pisau yang menyakitimu.
Yang merusakmu, meluluh-lantakan mu.

Dan aku sembrono,
sehingga mata pisau itu mengenaiku. Membuatku berdarah.

Aku tau kamu iba.
Kamu coba nolongin.
Tapi tampaknya pisau itu gak bisa lepas dari tanganmu.

Semakin kamu mencoba, semakin berdarah aku.

Semakin rusak, semakin hancur.
Semakin compang-camping.

Aku gak kuat. Aku pun teriak.
Teriak sekeras-kerasnya menahan sakit.
Sakit yang oleh logika bukan dari kamu. Pun bukan dari aku.

Aku pergi. Aku lari. Cepat sekali aku gak sadar udah nabrak berapa orang.

Ditengah jalan tiba-tiba aku sadar.

Pisau yang tadinya melekat di tanganmu, sekarang pindah ke tanganku.

Aku menengok ke belakang. Aku tersentak.

Belasan, puluhan, bahkan ratusan orang berdarah.

Aku melihat pisau di tanganku.

Darah mereka menyatu.

Menjadi cairan hitam pekat.

Disana ku lihat bayanganku.

Aku rusak.
Hancur.
Berkeping-keping.

(Aslinya ditulis 16 Mei 2019)

Comments

  1. Wow entah puisi atau apalah disebutnya... Yang pasti aku suka ini.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rindu Rimpang

Terbenam

Catatan untuk Diri Sendiri